Pengantar
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.[1] Dalam bentuknya sebagai organisasi masyarakat, Negara merupakan organisasi masyarakat terbesar dengan keanggotaan yang mutlak. Karena anggota suatu Negara atau warga Negara, dia tidak bisa memiliki keanggotaan di Negara lainnya.
J. Barents, dalam ilmu politika : “ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan bermasyarakat dengan negara sebagai bagiannya. Ilmu politik mempelajari Negara dan bagaimana Negara tersebut melakukan tugas serta fungsinya (De wetenschap der politiek is de wetenschap die het leven van de staat een onderdeel vormt. Aan het onderzoek van die staten, zoals ze warken, is de wetenschap der politiek gewijd).[2]
Ilmu politik tidak pernah terpisah kajiannya terhadap Negara, karena Negara merupakan sekolompok manusia yang kemudian disebut sebagai masyarakat dan mengikrarkan diri bersama untuk tergabung di dalam suatu wadah Negara. Kajian terhadap Negara akan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan diikuti perkembangan masyarakat. Hal ini yang menjadi ketertarikan untuk menggeluti hukum ketata negaraan, karena objek kajiannya bersifat dinamis.
Indonesia sebagai Negara tentu saja menjadi objek kajian yang terus berkembang, baik dalam kerangka bentuknya, struktur ketata negaraan, sampai proses politik yang berkembang di Indonesia akan selalu menarik diikuti perkembangannya. Negara Indonesia memiliki dasar dalam proses penyelenggaraan negaranya di dasar konstitusisional yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Terkait bentuk Negara, sejak pertama kali disahkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan reformasi yang berujung amandemen terhadap dasar konstitusi Negara, bentuk Negara Indonesia sebagai Negara Republik tidak pernah berubah. Hal ini termaktub dalam Pasal 1 ayat 1 bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Selain itu konsep bernegara di Indonesia yang kemudian menentukan bagaimana Negara akan dijalankan tertuang dalam pasal 1 ayat 2 yang berbunyi ; Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Meskipun ayat 2 dari pasal 1 konstitusi Indonesia adalah bunyi UUD 45 hasil amandemen, akan tetapi semangat kedaulatan rakyat sudah ada sejak UUD 45 di sahkan.
Prinsip Negara Republik dan kedaulatan rakyat adalah pilar utama penyelenggaraan Negara Indonesia. Sehingga memahami pilar utama tersebut adalah kewajiban setiap warga Negara dalam upaya membentuk perilaku politik dalam bernegara yang benar.
Tulisan ini akan mencoba menjabarkan tentang kedaulatan rakyat, bentuk Negara republik, dan tentu saja mekanisme yang dijalankan dalam pelaksaan kedaulatan rakyat dalam proses politik bernegara yaitu demokrasi serta partisipasi rakyat sebagai bentuk pelaksaanaan kedaulatannya.
Pembahasan
Teori terbentuknya suatu Negara oleh scorates dijabarkan sebagai upaya setiap manusia menginginkan kehidupan aman, tentram, dan lepas dari gangguan yang memusnahkan harkat manusia. Kala itu orang-orang yang mendambakan ketentraman menuju bukit dan membangun benteng, serta mereka berkumpul disana menjadi kelompok. Kelompok ini disebut oleh Socrates sebagai Polis (satu kota saja). Polis identik dengan masyarakat dan masyarakat identik dengan Negara.[3]
Dalam konsep bernegara yang paling sederhana, keinginan untuk berkumpul dan memperoleh perlindungan muncul dari manusia dalam arti rakyat sebagai individu. Sehingga rakyat menentukan kebijakan secara langsung. [4] teori scorates tentang terbentuknya suatu Negara dalam perkembangannya akan dijabarkan melalui kewenangan tertinggi dalam penentuan kebijakan-kebijakan Negara yang disebut dengan kedaulatn.
Kedaulatan Rakyat
Kajian mengenai Negara dan proses penyelenggaraannya tidak akan terlepas dengan apa yang disebut “Kedaulatan”. Kedaulatan oleh Jean Bodin (Bapak teori Kedaulatan) diartikan sebagai wewenang yang tidak dapat dibatasi oleh hukum.[5] Para sarjana perancis membahasakan kedaulatan dengan istilah “Kompotenz-Kompotenz” atau dalam bahasa perancisnya disebut “La competence de la competence” yang artinya kewenangan untuk menentukan segala wewenang yang ada.[6]
Kedaulatan dalam negara merupakan kewenangan tertinggi untuk menentukan kebijakan-kebijakan Negara yang kemudian mengikat semua komponen dan terlepas oleh hukum atau kekeuasaan lain. Kewenangan ini melekat pada salah satu komponen Negara karena dipengaruhi sejarah yang melingkupi terbentuknya Negara tersebut.
Teori tentang kedaulatan mengalami perkembangan signifikan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pengakuan atas hak asasi manusia serta proses politik yang berkembang di Negara-negara dunia. Dari segi perkembangan logis historis, teori kedaulatan dapat di klasisikasikan kedalam enam teori dengan pendekatan menyeluruh, yaitu (1) Teori kedaulatan Tuhan; (2) Teori Kedaulatan Raja; (3) Teori Kedaulatan Rakyat; (4) Teori Kedaulatan Negara; (5) Teori Kedaulatan Hukum; (6) Teori Kedaulatan pluralis.[7]
Banyak teori tentang kedaulatan yang mengiringi perkembangan proses politik di berbagai Negara belahan dunia, akan tetapi perkembangan modern menempatkan teori kedaulatan rakyat sebagai teori yang banyak dianut oleh berbagai Negara. Hal ini dikarenakan tinjauan historis terhadap terbentuknya suatu Negara, seperti yang pernah dikemukakan oleh scorates bahwa Negara itu terbentuk karena keinginan rakyat untuk berkumpul menjadi satu demi memberikan rasa aman dan ketentraman dalam hidupnya. Sehingga inisiatif rakyat untuk berkumpul dan membentuk Negara (meskipun dalam bentuk yang paling sederhana) menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Selain itu konsep kedaulatan rakyat tentu saja diletakkan karena komponen terpenting dari suatu Negara adalah rakyat, sehingga dalam proses penyelenggaraan Negara didasarkan dari aspek-aspek yang dibuthkan oleh rakyat.
Teori kedaulatan rakyat memberikan kewenangan tertinggi dalam suatu Negara kepada rakyat. Gagasan kedaulatan rakyat memang gagasan yang kontroversial, sebab jumlah rakyat disuatu Negara sangat banyak, bisa ribuan, ratusan ribu, jutaan, sampai ratusan juta. Lalu bagaimana mungkin suatu Negara kewenangannya diberikan kepada rakyat dengan jumlah yang besar dan tentu saja memiliki pola pikir dan latar belakang serta kebutuhan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Namun demikian, gagasan kedaulatan rakyat ini terus berkembang dalam diskusi teori kenegaraan dan juga praktiktrial and eror baik di perancis, amerika, hingga akhirnya diikuti oleh hampir seluruh Negara di dunia.[8]
Jean Jacque Rousseau menggemakan kedaulatan rakyat melalui bukunya Du Contract Social. Dalam teori kontrak sosial (perjanjian Masyarakat) menyatakan bahwa dalam suatu Negara, natural liberty telah berubah menjadi social liberty dimana rakyat memiliki hak-haknya. Kekuasaan yang dimiliki rakyat kemudian diejawantahkan dalam pengambilan kebijakan sesuai kehendak bersama (general will/ volente general). Tentu saja dalam pengambilan kebijakannya didasarkan pada kepentingan umum dalam arti kehendak yang paling banyak disepakati. [9]
Dalam pelaksanaanya, tentu saja kedaulatan rakyat di praktekkan dengan instrument politik sampai di temukan kehendak rakyat. Di Indonesia kedaulatan rakyat menjadi teori kedaulatn yang dianut, akan tetapi pelaksanaannya ditentukan oleh undang-undang sesuai konstitusi Indonesia. Adapun undang-undang yang dimaksud juga ditentukan oleh rakyat sendiri.
Kedaulatan rakyat hendak mengatakan bahwa rakyat berkuasa secara independen atas dirinya sendiri, lalu bagaimana mungkin individu yang berkuasa atas dirinya sendiri dikuasai oleh orang lain, karena setiap rakyat atau warga Negara memiliki kedudukan yang sama serta dilahirkan dengan hak universal sama. Adapun dalam proses kekuasaan dibutuhkan pemimpin, maka pemimpin yang diberi kewenangan adalah pemimpin yang mereka pilih dengan sukarela. Pemimpin dalam teori kedaulatan rakyat adalah mandataris rakyat.
Teori kedaulatan yang dianut suatu Negara kemudian berujung pada bentuk Negara yang dianut oleh suatu Negara. Sebab bentuk Negara ini memberikan konseskuensi dalam proses politik yang diambil oleh suatu Negara.
Negara Republik
Meskipun pasal terkait kedaulatan rakyat terletak setelah ayat tentang Negara republik di dalam konstitusi, pengakuan Negara Indonesia terhadap kedaulatan rakyat memberikan konsekuensi terhadap bentuk Negara yang disepakati Indonesia.
Peninjauan masalah bentuk Negara merupakan pembahasan mengenai, dalam bentuk apa organisasi Negara itu menjelma di masyarakat. Berdasarkan teori kenegaraan pembahasannya merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis dan yuridis. Dari sisi sosiologis yang melihat bangunan Negara sebagi suatu kebulatan (Ganzheit), maka pembahasannya adalah mengenai bentuk Negara. Akan tetapi jika ditinjau dari sisi yuridis yang melihat bangunan Negara dalam strukturnya / isinya, maka pembahasannya adalah mengenai bentuk atau system pemerintahan. [10]
Secara singkat memang dapat dikatakan bahwa bentuk Negara berbicara bagaimana suatu Negara menjelma dihadapan masyarakat. Nicolla Machiavelli dengan bukunya II pricipe menyatakan bahwa bentuk Negara bila tidak republik, maka lainnya monarki. Machiavelli membagi Negara dalam dua bentuk, yaitu republik dan monarki.[11]
ciri utama dari Negara monarki / kerajaan adalah kekuasaannya yang turun temurun dan berlaku seumur hidup. Oleh sebab itu raja memiliki kekuasaan yang tak terbatas dan mutlak. Bentuk Negara ini mengejawantahkan kedaualtan raja yang bisa jadi didasari kedaulatan Tuhan. Sehingga Negara tidak dipahami sebagai hasil bentukan rakyat, akan tetapi hasil bentukan raja yang kemudian beranggotakan rakyat dibawah kekuasaannya.
Sementara Negara republik memiliki ciri utama kedaulaatn ada di tangan rakyat (republika), sehingga sering disebut Negara kerakyatan. Kekuasaan di Negara republik bersifat terbatas dan penguasanya tidak ditentukan berdasarkan keturunan melainkan melalui kehendak rakyat yang telah diatur dalam konstitusi. Sehingga Negara republik paling tidak memiliki beberapa ciri utama :
1. Kehendak Negara didasarkan pada kehendak rakyat
2. Kekuasaan bersifat terbatas
3. Pengisiaan kekuasaan diatur dalam per Undang-undangan dengan didasarkan kehendak rakyat.
Bentuk Negara sangat dipengaruhi pengalaman historis sampai Negara itu terbentuk. Negara Indonesia sebagai Negara republik tentu saja didasarkan pengalam historis bangsa yang panjang. Negara kepulauan dengan kompleksitas budaya, suku, agama yang heterogen menunjukkan bahwa Negara Indonesia lahir dari kesepakatan bersama rakyat yang berbeda-beda untuk bernanung dalam payung Negara Indonesia. Konsep Negara republik yang membatasi kekuasaan penguasanya memiliki ciri khusus dalam pelaksaanaan proses politik di negaranya. Sistem politik yang dikembangkan pada Negara republic adalah sistem politik yang mampu menjadi instrument pelaksaan kedaulatan rakyat dan memungkinkan rakyat memberikan partisipasinya secara penu serta dijamin hak-haknya dalam politik.
Demokrasi
Setelah memahami kedaulatan rakyat sebagai teori yang dianut Indonesia sebagai Negara republik dengan memberikan kekuasaan dan kewenangan tertinggi kepada rakyat dan memberikan mandataris kepada pemimpin Negara untuk menyelenggarakan Negara sebagai mandataris rakyat. Maka proses berikutnya adalah bagaimana proses politik yang terjadi di Indonesia.
Teori politik adalah bidang yang abstrak. Sesuai dengan namanya, analisis yang dibuat dalam teori politik bersifat teoritis dan filosofis. Bidang ini tidak membahas fakta secara langsung, akan tetapi membahas generalisasi dari fakta dalam bentuk konsep-konsep.[12]
Demokrasi merupakan sistem politik sosial yang berujung pada sistem pemerintahan, menurut Charles Costello Demokrasi adalah sistem sosial dan politik pemerintahan dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan warga Negara. C. F Strong mengartikan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana mayoritas anggota dewan dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya mempertanggung jawabkan tindakan-tindakan mayoritas tersebut, menurut ahli yang lain seperti hans kelsen mengartikan demokrasi secara sederhana yaitu pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat.[13]
Demokrasi meletakkan pondasi dasar sistem politik yang didasari oleh kedaulatan rakyat, jadi demokrasi merupakan sistem politik yang disediakan untuk mengejawantahkan kedaulatan rakyat dalam proses penyelenggaraan Negara. Jika ditinjau dari proses politik, maka input dari proses politik demokrasi berasal dari rakyat dan out putnya adalah untuk kesejahteraan rakyat. Demokrasi menjamin setiap individu dalam Negara untuk berpartisipasi menentukan kebijakan-kebijakan Negara.
Carol C. Gold mengklasifikasikan demokrasi kedalam tiga model, yaitu : (1) model Individualisme liberal, (2) model pluralis, (3) model sosialisme holistic.[14] Model individualism liberal menjelaskan demokrasi sebagai pelindung orang dari kesewenang-wenangan kekuasaan pemerintah, dan mendudukkan pemerintah sebagai pelindung kebebasan seluruh rakyat dari ancaman dan gangguan. Model ini menginginkan kesamaan univerlas bagi seluruh rakyat dan kesamaan bagi hak seluruh rakyat itu dalam proses politik. Pandangan ini ditandai dengan “satu orang satu suara” (one man one vote).[15]
Di Indonesia, sistem demokrasi di praktekkan dengan berbagai bentuknya, bisa jadi demokrasi di praktekkan dengan model Individualisme liberal yang menjamin setiap warga Negara untuk berpartisipasi pada proses politik, baik dalam hal penentuan kebijakan, emmilih pemimpin bahkan menjadi pemimpin. Sistem demokrasi individualism liberal memungkinkan setiap individu menjadi pemimpin tanpa melihat ras, suku, agama, dan latar belakangnya. Dalam pelaksaannya ada instrumen yang disediakan sebagai prosedur demokrasi, misalnya : pemilihan umum. Selain itu Indonesia juga mempraktekkan demokrasi model pluralis, hal ini terwujud dengan dijaminnya hak-hak setiap warga Negara untuk berserikat dan berkumpul serta memperjuangkan kepentingan yang dianggap baik untuk membangun Negara. Dan untuk mewujudkan tujuan akhir demi mensejahterakan rakyat Indonesia juga menerapkan model sosialisme holistic. Pada akhirnya sistem politik demokrasi menjadi instrument pelaksanaan kedaulatan rakyat dan tentunya harus diimbangi partisipasi rakyat.
Partisipasi Politik
Salah satu teori politik yang berkembang pesat dalam studi pembangunan poltitik adalah teori partisispasi politik. Jika dikaji secara etimologis, konsep partisipasi dapat ditelusuri dari akar katanya dari bahasa latin, yaitu “pars” yang artinya bagian dan “capere (spasi)” yang artinya mengambil, jika di gabungkan berarti turut ambil bagian. Sementara menurut para ahli, seperti trubus rahardiansah P., partisipasi secara harfiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada keikut sertaan warga dalam berbagai proses politik.[18] Partipasi dalam bernegara memang erat kaitannya dengan politik, sehingga tulisan ini konsen terhadap pembahasan proses politik.
Menurut H. McClosky , partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, secara langsung atau tidak langsung , dalam proses pengambilan kebijakan umum. [19] Sementara menururt almond, jika di kontekskan dalam politik, partisispasi politik tidak hanya sebatas mengambil bagian atau peranan dalam konteks kegiatan politik. Tetapi, partisipasi politik selalu diawali oleh adanya artikulasi kepentingan dimana individu mampu mengontrol sumber daya politik, seperti halnya seorang pemimpin parpol atau seorang dictator militer. Peran mereka sebagai aggregator politik (penggalang/ penyatu dukungan_ akan sangat menentukan bagi bentuk partisipasi politik selanjutnya.[20]
Di Negara-negara demokrasi konsep partisispasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ditangan rakyat. Sehingga partisipasi politik merupakan partisipasi rakyat dalam proses politik dengan tujuan-tujuan bersama. Di Negara demokrasi seperti Indonesia, Negara memiliki kewajiban menciptakan tools atau alat untuk menyalurkan partisipasi baik dalam hal memilih pemimpin ataupun penentuan kebijakan, misalnya : pemilihan umu, rapat dengar pendapat dalam pembahasan undang-undang, dan audiensi dengan masyarakat pada saat akan menentukan kebijakan public.
Namun dalam prakteknya, rakyat satu dengan yang lain tidak memberikan bentuk partisipasi yang sama. Sehingga partisipasi biasanya diadakan pembedaan menurut frekuensi dan intensitasnya. Klasifikasi partisipasi politik oleh Milbrath dan Goel digambarkan melalui piramida partisipasi. [21]
Piramida diatas menggambarkan partisipasi politik oleh rakyat yang diklasifikasikan oleh Milbarth dan goel kedalam 3 kategori, yaitu : Pemain, Penonton dan apatis. Jika di tinjau dari bentuk piramida berdasarkan prosesntase jumlah rakyat di berbagai kategori, piramida diatas menunjukkan partisipasi rakyat sebagai pemain dalam hal ini yang aktif dalam dunia politik hanya bagian tertentu dari masyarakat saja, karena populasinya terhitung sedikit, biasanya partisipasi ini disalurkan melalui partai politik atau kelompok dan organisasi kemayarakatan tertentu. sementara rakyat yang berpartisipasi sebagai penonton artinya aktif secara minimal, misalnya menyalurkan hak dalam pemilu menjadi pilihan mayoritas masyarakat, dan apatis yang terhitung sebagai masyarakat yang tidak aktif sama sekali mencapai 33%.
Partisipasi dalam proses politik tidak hanya bisa diartikan kedalam partisipasi masyarakat dalam pemilu ataupun dunia politik secara langsung melalui partai politik. Dalam perkembangannya partisipasi politik juga dilakukan melalui kelompok-kelompok yang bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah agar lebih menguntungkan mereka. Kelompok-kelompok ini kemudian menjadi gerakan social (social movement). Kelompok-kelompok kepentingan sebagai bentuk partispasi politik dalam praktiknya mengambil langkah besar untuk menjadi bagian yang memberikan check ang blance kepada kinerja pemerintah yang bias jadi mendudkung kebijakan atau menjadi oposisi terhadap pemerintah. Kelompok kelompok kepentingan ini di masyarakat menurut A. A. Almond dan Bingham G. Powel membaginya menjadi 4 bagian, yaitu : a) kelompok anomi, b) kelompok nonasiasional, c) kelompok institusional, d) kelompok asosiasional.
Partisipasi rakyat memiliki frekuensi yang berbeda antara satu dengan yang lain, selain itu perwujudan partisipasinya juga berbeda-beda sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Akan tetapi partisipasi msyarakat merupakan eksistensi rakyat sebagai pemegang kedaulatan dalam iklim demokrasi. Hal ini yang menjadikan pemimpin yang terpilih melalui partisipasi rakyat memiliki legitimasi kuat dan kebijakan yang diambil dapat mengikat.
Kesimpulan
Negara Republik Indonesia memberikan kedaulatan tertinggi kepada rakyat, sehingga segala bentuk pengambilan kebijakan-kebijakan Negara harus didasarkan dari kehendak rakyat. Rakyat memiliki kewenangan penuh untuk menentukan kebijakan sesuai peraturan perundang-undangan atau sesuai aturan yang telah disepakati.
Untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat diperlukan sistem politik yang mampu mengimplementasikan kedaulatan rakyat, sistem politik demokrasi adalah pilihan untuk menyelenggarakan proses politik dari rakyat untuk rakyat. Namun pada akhirnya Negara Republik Indonesia dapat terselenggara sesuai keinginan rakyat jika partisipasi rakyat dijalankan dengan optimal, sehingga terpenuhilah keadilan bagi rakyat baik secara subtantif maupun prosedural.
Daftar Pustaka :
Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia, 2008
Efriza, Political Explore, Bandung : ALfabeta, 2012
Nurtjahjo, Hendra, Filsafat Demokrasi, Jakarta : Bumi Aksara, 2006
Busroh,Daud, Abu, Ilmu Negara, Jakarta : Bumi Aksara, 2010
Mahfud MD, Politik Hukum Indonesia, Depok : Rajagrafindo Persada, 2012
Fadjar, Abdul Mukthie, Abdul, Partai Politik dalam Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia, Malang : Setara Press, 2013
Mufti, Muslim, Studi Organisasi Politik Modern, Bandung : Pustaka Setia, 2013
Padmo, Wahyono, Diktat Standar Ilmu Negara FH UI
Gazalba, Sidi, Demokrasi dalam Persoalan, (Jakarta : NV. Adnoes &CO), (tanpa tahun terbit)
Carol C. Gold, Rethinking Democracy : Freedom and social Cooperation in politics, economy, and society, (Terjemahan : Demokrasi ditinjau kembali), (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1993
Andrianus Pito, Toni, Efriza, dan Fasyah, Kemal, Mengenal Teori-Teori Politik dari sistem Politik sampai Korupsi, Bandung : Nuansa, 2006.
Duverger, Maurice, Partai Politik dan kelompok Penekan, Jakarta : Bina Aksara, 1981
http://id.m.wikipedia.org/wiki/demokrasi -menurut-para-ahli. akses tanggal 3 mei 2013
[1] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia, 2008), Hal : 17.
[2] Barents, Ilmu Politika : Suatu Perkenalan Lapangan, terjemahan L.M Sitorus (Jakarta : P.T Pembangunan, 1965), hlm. 23.
[3] Abu Daud B, Ilmu Negara, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), Hal : 20-21.
[4] Soehinoe 1980 :15, lihat juga : Abu Daud B, Ilmu Negara, (Jakarta : Bumi Kasara,2010), Hal : 21
[5] Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, (Jakarta : Bumi AKsara, 2006), Hal : 30.
[6] Wahyono Padmo, Diktat Standar Ilmu Negara FH UI, hal : 162
[7] Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, (Jakarta : Bumi AKsara, 2006), Hal : 30.
[8] Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, (Jakarta : Bumi AKsara, 2006), Hal : 33.
[9] Ibid, hal. 163.
[10] Gazalba, Sidi, Demokrasi dalam Persoalan, (Jakarta : NV. Adnoes &CO), Hal. 44, (tanpa tahun terbit).
[11] Abu Daud B, Ilmu Negara, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), Hal : 57.
[12] Maswadi Rauf, Kata Pengantar untuk buku terjemahan “Otoritas dan Demokrasi” yang ditulis oleh April Carter, (Jakarta : Rajawali Pers, 1985), hal : VI-VII
[13] http://id.m.wikipedia.org/wiki/demokrasi -menurut-para-ahli. akses tanggal 3 mei 2013
[14] Carol C. Gold, Rethinking Democracy : Freedom and social Cooperation in politics, economy, and society, (Terjemahan : Demokrasi ditinjau kembali), (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1993_, Hal. 94
[15] Ibid, halm. 95-96
[16] Ibid, halm. 100
[17] Ibid, hlm. 102
[18] Efriza, Political Explore, (Bandung : Alfabeta, 2012), hal : 151
[19] Ibid. Hal : 154
[20] Ibid. Hal : 155.
[21] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia, 2008), Hal : 372.
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.[1] Dalam bentuknya sebagai organisasi masyarakat, Negara merupakan organisasi masyarakat terbesar dengan keanggotaan yang mutlak. Karena anggota suatu Negara atau warga Negara, dia tidak bisa memiliki keanggotaan di Negara lainnya.
J. Barents, dalam ilmu politika : “ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan bermasyarakat dengan negara sebagai bagiannya. Ilmu politik mempelajari Negara dan bagaimana Negara tersebut melakukan tugas serta fungsinya (De wetenschap der politiek is de wetenschap die het leven van de staat een onderdeel vormt. Aan het onderzoek van die staten, zoals ze warken, is de wetenschap der politiek gewijd).[2]
Ilmu politik tidak pernah terpisah kajiannya terhadap Negara, karena Negara merupakan sekolompok manusia yang kemudian disebut sebagai masyarakat dan mengikrarkan diri bersama untuk tergabung di dalam suatu wadah Negara. Kajian terhadap Negara akan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan diikuti perkembangan masyarakat. Hal ini yang menjadi ketertarikan untuk menggeluti hukum ketata negaraan, karena objek kajiannya bersifat dinamis.
Indonesia sebagai Negara tentu saja menjadi objek kajian yang terus berkembang, baik dalam kerangka bentuknya, struktur ketata negaraan, sampai proses politik yang berkembang di Indonesia akan selalu menarik diikuti perkembangannya. Negara Indonesia memiliki dasar dalam proses penyelenggaraan negaranya di dasar konstitusisional yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Terkait bentuk Negara, sejak pertama kali disahkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan reformasi yang berujung amandemen terhadap dasar konstitusi Negara, bentuk Negara Indonesia sebagai Negara Republik tidak pernah berubah. Hal ini termaktub dalam Pasal 1 ayat 1 bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Selain itu konsep bernegara di Indonesia yang kemudian menentukan bagaimana Negara akan dijalankan tertuang dalam pasal 1 ayat 2 yang berbunyi ; Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Meskipun ayat 2 dari pasal 1 konstitusi Indonesia adalah bunyi UUD 45 hasil amandemen, akan tetapi semangat kedaulatan rakyat sudah ada sejak UUD 45 di sahkan.
Prinsip Negara Republik dan kedaulatan rakyat adalah pilar utama penyelenggaraan Negara Indonesia. Sehingga memahami pilar utama tersebut adalah kewajiban setiap warga Negara dalam upaya membentuk perilaku politik dalam bernegara yang benar.
Tulisan ini akan mencoba menjabarkan tentang kedaulatan rakyat, bentuk Negara republik, dan tentu saja mekanisme yang dijalankan dalam pelaksaan kedaulatan rakyat dalam proses politik bernegara yaitu demokrasi serta partisipasi rakyat sebagai bentuk pelaksaanaan kedaulatannya.
Pembahasan
Teori terbentuknya suatu Negara oleh scorates dijabarkan sebagai upaya setiap manusia menginginkan kehidupan aman, tentram, dan lepas dari gangguan yang memusnahkan harkat manusia. Kala itu orang-orang yang mendambakan ketentraman menuju bukit dan membangun benteng, serta mereka berkumpul disana menjadi kelompok. Kelompok ini disebut oleh Socrates sebagai Polis (satu kota saja). Polis identik dengan masyarakat dan masyarakat identik dengan Negara.[3]
Dalam konsep bernegara yang paling sederhana, keinginan untuk berkumpul dan memperoleh perlindungan muncul dari manusia dalam arti rakyat sebagai individu. Sehingga rakyat menentukan kebijakan secara langsung. [4] teori scorates tentang terbentuknya suatu Negara dalam perkembangannya akan dijabarkan melalui kewenangan tertinggi dalam penentuan kebijakan-kebijakan Negara yang disebut dengan kedaulatn.
Kedaulatan Rakyat
Kajian mengenai Negara dan proses penyelenggaraannya tidak akan terlepas dengan apa yang disebut “Kedaulatan”. Kedaulatan oleh Jean Bodin (Bapak teori Kedaulatan) diartikan sebagai wewenang yang tidak dapat dibatasi oleh hukum.[5] Para sarjana perancis membahasakan kedaulatan dengan istilah “Kompotenz-Kompotenz” atau dalam bahasa perancisnya disebut “La competence de la competence” yang artinya kewenangan untuk menentukan segala wewenang yang ada.[6]
Kedaulatan dalam negara merupakan kewenangan tertinggi untuk menentukan kebijakan-kebijakan Negara yang kemudian mengikat semua komponen dan terlepas oleh hukum atau kekeuasaan lain. Kewenangan ini melekat pada salah satu komponen Negara karena dipengaruhi sejarah yang melingkupi terbentuknya Negara tersebut.
Teori tentang kedaulatan mengalami perkembangan signifikan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pengakuan atas hak asasi manusia serta proses politik yang berkembang di Negara-negara dunia. Dari segi perkembangan logis historis, teori kedaulatan dapat di klasisikasikan kedalam enam teori dengan pendekatan menyeluruh, yaitu (1) Teori kedaulatan Tuhan; (2) Teori Kedaulatan Raja; (3) Teori Kedaulatan Rakyat; (4) Teori Kedaulatan Negara; (5) Teori Kedaulatan Hukum; (6) Teori Kedaulatan pluralis.[7]
Banyak teori tentang kedaulatan yang mengiringi perkembangan proses politik di berbagai Negara belahan dunia, akan tetapi perkembangan modern menempatkan teori kedaulatan rakyat sebagai teori yang banyak dianut oleh berbagai Negara. Hal ini dikarenakan tinjauan historis terhadap terbentuknya suatu Negara, seperti yang pernah dikemukakan oleh scorates bahwa Negara itu terbentuk karena keinginan rakyat untuk berkumpul menjadi satu demi memberikan rasa aman dan ketentraman dalam hidupnya. Sehingga inisiatif rakyat untuk berkumpul dan membentuk Negara (meskipun dalam bentuk yang paling sederhana) menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Selain itu konsep kedaulatan rakyat tentu saja diletakkan karena komponen terpenting dari suatu Negara adalah rakyat, sehingga dalam proses penyelenggaraan Negara didasarkan dari aspek-aspek yang dibuthkan oleh rakyat.
Teori kedaulatan rakyat memberikan kewenangan tertinggi dalam suatu Negara kepada rakyat. Gagasan kedaulatan rakyat memang gagasan yang kontroversial, sebab jumlah rakyat disuatu Negara sangat banyak, bisa ribuan, ratusan ribu, jutaan, sampai ratusan juta. Lalu bagaimana mungkin suatu Negara kewenangannya diberikan kepada rakyat dengan jumlah yang besar dan tentu saja memiliki pola pikir dan latar belakang serta kebutuhan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Namun demikian, gagasan kedaulatan rakyat ini terus berkembang dalam diskusi teori kenegaraan dan juga praktiktrial and eror baik di perancis, amerika, hingga akhirnya diikuti oleh hampir seluruh Negara di dunia.[8]
Jean Jacque Rousseau menggemakan kedaulatan rakyat melalui bukunya Du Contract Social. Dalam teori kontrak sosial (perjanjian Masyarakat) menyatakan bahwa dalam suatu Negara, natural liberty telah berubah menjadi social liberty dimana rakyat memiliki hak-haknya. Kekuasaan yang dimiliki rakyat kemudian diejawantahkan dalam pengambilan kebijakan sesuai kehendak bersama (general will/ volente general). Tentu saja dalam pengambilan kebijakannya didasarkan pada kepentingan umum dalam arti kehendak yang paling banyak disepakati. [9]
Dalam pelaksanaanya, tentu saja kedaulatan rakyat di praktekkan dengan instrument politik sampai di temukan kehendak rakyat. Di Indonesia kedaulatan rakyat menjadi teori kedaulatn yang dianut, akan tetapi pelaksanaannya ditentukan oleh undang-undang sesuai konstitusi Indonesia. Adapun undang-undang yang dimaksud juga ditentukan oleh rakyat sendiri.
Kedaulatan rakyat hendak mengatakan bahwa rakyat berkuasa secara independen atas dirinya sendiri, lalu bagaimana mungkin individu yang berkuasa atas dirinya sendiri dikuasai oleh orang lain, karena setiap rakyat atau warga Negara memiliki kedudukan yang sama serta dilahirkan dengan hak universal sama. Adapun dalam proses kekuasaan dibutuhkan pemimpin, maka pemimpin yang diberi kewenangan adalah pemimpin yang mereka pilih dengan sukarela. Pemimpin dalam teori kedaulatan rakyat adalah mandataris rakyat.
Teori kedaulatan yang dianut suatu Negara kemudian berujung pada bentuk Negara yang dianut oleh suatu Negara. Sebab bentuk Negara ini memberikan konseskuensi dalam proses politik yang diambil oleh suatu Negara.
Negara Republik
Meskipun pasal terkait kedaulatan rakyat terletak setelah ayat tentang Negara republik di dalam konstitusi, pengakuan Negara Indonesia terhadap kedaulatan rakyat memberikan konsekuensi terhadap bentuk Negara yang disepakati Indonesia.
Peninjauan masalah bentuk Negara merupakan pembahasan mengenai, dalam bentuk apa organisasi Negara itu menjelma di masyarakat. Berdasarkan teori kenegaraan pembahasannya merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis dan yuridis. Dari sisi sosiologis yang melihat bangunan Negara sebagi suatu kebulatan (Ganzheit), maka pembahasannya adalah mengenai bentuk Negara. Akan tetapi jika ditinjau dari sisi yuridis yang melihat bangunan Negara dalam strukturnya / isinya, maka pembahasannya adalah mengenai bentuk atau system pemerintahan. [10]
Secara singkat memang dapat dikatakan bahwa bentuk Negara berbicara bagaimana suatu Negara menjelma dihadapan masyarakat. Nicolla Machiavelli dengan bukunya II pricipe menyatakan bahwa bentuk Negara bila tidak republik, maka lainnya monarki. Machiavelli membagi Negara dalam dua bentuk, yaitu republik dan monarki.[11]
ciri utama dari Negara monarki / kerajaan adalah kekuasaannya yang turun temurun dan berlaku seumur hidup. Oleh sebab itu raja memiliki kekuasaan yang tak terbatas dan mutlak. Bentuk Negara ini mengejawantahkan kedaualtan raja yang bisa jadi didasari kedaulatan Tuhan. Sehingga Negara tidak dipahami sebagai hasil bentukan rakyat, akan tetapi hasil bentukan raja yang kemudian beranggotakan rakyat dibawah kekuasaannya.
Sementara Negara republik memiliki ciri utama kedaulaatn ada di tangan rakyat (republika), sehingga sering disebut Negara kerakyatan. Kekuasaan di Negara republik bersifat terbatas dan penguasanya tidak ditentukan berdasarkan keturunan melainkan melalui kehendak rakyat yang telah diatur dalam konstitusi. Sehingga Negara republik paling tidak memiliki beberapa ciri utama :
1. Kehendak Negara didasarkan pada kehendak rakyat
2. Kekuasaan bersifat terbatas
3. Pengisiaan kekuasaan diatur dalam per Undang-undangan dengan didasarkan kehendak rakyat.
Bentuk Negara sangat dipengaruhi pengalaman historis sampai Negara itu terbentuk. Negara Indonesia sebagai Negara republik tentu saja didasarkan pengalam historis bangsa yang panjang. Negara kepulauan dengan kompleksitas budaya, suku, agama yang heterogen menunjukkan bahwa Negara Indonesia lahir dari kesepakatan bersama rakyat yang berbeda-beda untuk bernanung dalam payung Negara Indonesia. Konsep Negara republik yang membatasi kekuasaan penguasanya memiliki ciri khusus dalam pelaksaanaan proses politik di negaranya. Sistem politik yang dikembangkan pada Negara republic adalah sistem politik yang mampu menjadi instrument pelaksaan kedaulatan rakyat dan memungkinkan rakyat memberikan partisipasinya secara penu serta dijamin hak-haknya dalam politik.
Demokrasi
Setelah memahami kedaulatan rakyat sebagai teori yang dianut Indonesia sebagai Negara republik dengan memberikan kekuasaan dan kewenangan tertinggi kepada rakyat dan memberikan mandataris kepada pemimpin Negara untuk menyelenggarakan Negara sebagai mandataris rakyat. Maka proses berikutnya adalah bagaimana proses politik yang terjadi di Indonesia.
Teori politik adalah bidang yang abstrak. Sesuai dengan namanya, analisis yang dibuat dalam teori politik bersifat teoritis dan filosofis. Bidang ini tidak membahas fakta secara langsung, akan tetapi membahas generalisasi dari fakta dalam bentuk konsep-konsep.[12]
Demokrasi merupakan sistem politik sosial yang berujung pada sistem pemerintahan, menurut Charles Costello Demokrasi adalah sistem sosial dan politik pemerintahan dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan warga Negara. C. F Strong mengartikan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana mayoritas anggota dewan dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya mempertanggung jawabkan tindakan-tindakan mayoritas tersebut, menurut ahli yang lain seperti hans kelsen mengartikan demokrasi secara sederhana yaitu pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat.[13]
Demokrasi meletakkan pondasi dasar sistem politik yang didasari oleh kedaulatan rakyat, jadi demokrasi merupakan sistem politik yang disediakan untuk mengejawantahkan kedaulatan rakyat dalam proses penyelenggaraan Negara. Jika ditinjau dari proses politik, maka input dari proses politik demokrasi berasal dari rakyat dan out putnya adalah untuk kesejahteraan rakyat. Demokrasi menjamin setiap individu dalam Negara untuk berpartisipasi menentukan kebijakan-kebijakan Negara.
Carol C. Gold mengklasifikasikan demokrasi kedalam tiga model, yaitu : (1) model Individualisme liberal, (2) model pluralis, (3) model sosialisme holistic.[14] Model individualism liberal menjelaskan demokrasi sebagai pelindung orang dari kesewenang-wenangan kekuasaan pemerintah, dan mendudukkan pemerintah sebagai pelindung kebebasan seluruh rakyat dari ancaman dan gangguan. Model ini menginginkan kesamaan univerlas bagi seluruh rakyat dan kesamaan bagi hak seluruh rakyat itu dalam proses politik. Pandangan ini ditandai dengan “satu orang satu suara” (one man one vote).[15]
Sementara model pluralis merupakan konsep demokrasi yang memusatkan perhatian pada kepentingan kelompok sebagai agregasi dari kepentingan individual, dan pemunculannya akan mengakibatkan konflik dalam proses politik, dalam konsep ini demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang menengahi konflik.[16]
Konsep demokrasi yang terakhir yaitu sosialisme holistik merupakan salah satu pendekatan yang menekankan demokrasi ekonomi dan muncul untuk menanggapi ditolaknya hubungan sosial dan ekonomi yang dilontarkan oleh individualisme liberal.[17] Jadi pandangan demokrasi yang holistik memiliki tujuan akhir kemakmuran ekonomi totalitas, karena tercukupinya ekonomi dipandang sebagai suatu kondisi bagi kebebasan.
Di Indonesia, sistem demokrasi di praktekkan dengan berbagai bentuknya, bisa jadi demokrasi di praktekkan dengan model Individualisme liberal yang menjamin setiap warga Negara untuk berpartisipasi pada proses politik, baik dalam hal penentuan kebijakan, emmilih pemimpin bahkan menjadi pemimpin. Sistem demokrasi individualism liberal memungkinkan setiap individu menjadi pemimpin tanpa melihat ras, suku, agama, dan latar belakangnya. Dalam pelaksaannya ada instrumen yang disediakan sebagai prosedur demokrasi, misalnya : pemilihan umum. Selain itu Indonesia juga mempraktekkan demokrasi model pluralis, hal ini terwujud dengan dijaminnya hak-hak setiap warga Negara untuk berserikat dan berkumpul serta memperjuangkan kepentingan yang dianggap baik untuk membangun Negara. Dan untuk mewujudkan tujuan akhir demi mensejahterakan rakyat Indonesia juga menerapkan model sosialisme holistic. Pada akhirnya sistem politik demokrasi menjadi instrument pelaksanaan kedaulatan rakyat dan tentunya harus diimbangi partisipasi rakyat.
Partisipasi Politik
Salah satu teori politik yang berkembang pesat dalam studi pembangunan poltitik adalah teori partisispasi politik. Jika dikaji secara etimologis, konsep partisipasi dapat ditelusuri dari akar katanya dari bahasa latin, yaitu “pars” yang artinya bagian dan “capere (spasi)” yang artinya mengambil, jika di gabungkan berarti turut ambil bagian. Sementara menurut para ahli, seperti trubus rahardiansah P., partisipasi secara harfiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada keikut sertaan warga dalam berbagai proses politik.[18] Partipasi dalam bernegara memang erat kaitannya dengan politik, sehingga tulisan ini konsen terhadap pembahasan proses politik.
Menurut H. McClosky , partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, secara langsung atau tidak langsung , dalam proses pengambilan kebijakan umum. [19] Sementara menururt almond, jika di kontekskan dalam politik, partisispasi politik tidak hanya sebatas mengambil bagian atau peranan dalam konteks kegiatan politik. Tetapi, partisipasi politik selalu diawali oleh adanya artikulasi kepentingan dimana individu mampu mengontrol sumber daya politik, seperti halnya seorang pemimpin parpol atau seorang dictator militer. Peran mereka sebagai aggregator politik (penggalang/ penyatu dukungan_ akan sangat menentukan bagi bentuk partisipasi politik selanjutnya.[20]
Di Negara-negara demokrasi konsep partisispasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ditangan rakyat. Sehingga partisipasi politik merupakan partisipasi rakyat dalam proses politik dengan tujuan-tujuan bersama. Di Negara demokrasi seperti Indonesia, Negara memiliki kewajiban menciptakan tools atau alat untuk menyalurkan partisipasi baik dalam hal memilih pemimpin ataupun penentuan kebijakan, misalnya : pemilihan umu, rapat dengar pendapat dalam pembahasan undang-undang, dan audiensi dengan masyarakat pada saat akan menentukan kebijakan public.
Namun dalam prakteknya, rakyat satu dengan yang lain tidak memberikan bentuk partisipasi yang sama. Sehingga partisipasi biasanya diadakan pembedaan menurut frekuensi dan intensitasnya. Klasifikasi partisipasi politik oleh Milbrath dan Goel digambarkan melalui piramida partisipasi. [21]
Piramida diatas menggambarkan partisipasi politik oleh rakyat yang diklasifikasikan oleh Milbarth dan goel kedalam 3 kategori, yaitu : Pemain, Penonton dan apatis. Jika di tinjau dari bentuk piramida berdasarkan prosesntase jumlah rakyat di berbagai kategori, piramida diatas menunjukkan partisipasi rakyat sebagai pemain dalam hal ini yang aktif dalam dunia politik hanya bagian tertentu dari masyarakat saja, karena populasinya terhitung sedikit, biasanya partisipasi ini disalurkan melalui partai politik atau kelompok dan organisasi kemayarakatan tertentu. sementara rakyat yang berpartisipasi sebagai penonton artinya aktif secara minimal, misalnya menyalurkan hak dalam pemilu menjadi pilihan mayoritas masyarakat, dan apatis yang terhitung sebagai masyarakat yang tidak aktif sama sekali mencapai 33%.
Partisipasi dalam proses politik tidak hanya bisa diartikan kedalam partisipasi masyarakat dalam pemilu ataupun dunia politik secara langsung melalui partai politik. Dalam perkembangannya partisipasi politik juga dilakukan melalui kelompok-kelompok yang bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah agar lebih menguntungkan mereka. Kelompok-kelompok ini kemudian menjadi gerakan social (social movement). Kelompok-kelompok kepentingan sebagai bentuk partispasi politik dalam praktiknya mengambil langkah besar untuk menjadi bagian yang memberikan check ang blance kepada kinerja pemerintah yang bias jadi mendudkung kebijakan atau menjadi oposisi terhadap pemerintah. Kelompok kelompok kepentingan ini di masyarakat menurut A. A. Almond dan Bingham G. Powel membaginya menjadi 4 bagian, yaitu : a) kelompok anomi, b) kelompok nonasiasional, c) kelompok institusional, d) kelompok asosiasional.
Partisipasi rakyat memiliki frekuensi yang berbeda antara satu dengan yang lain, selain itu perwujudan partisipasinya juga berbeda-beda sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Akan tetapi partisipasi msyarakat merupakan eksistensi rakyat sebagai pemegang kedaulatan dalam iklim demokrasi. Hal ini yang menjadikan pemimpin yang terpilih melalui partisipasi rakyat memiliki legitimasi kuat dan kebijakan yang diambil dapat mengikat.
Kesimpulan
Negara Republik Indonesia memberikan kedaulatan tertinggi kepada rakyat, sehingga segala bentuk pengambilan kebijakan-kebijakan Negara harus didasarkan dari kehendak rakyat. Rakyat memiliki kewenangan penuh untuk menentukan kebijakan sesuai peraturan perundang-undangan atau sesuai aturan yang telah disepakati.
Untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat diperlukan sistem politik yang mampu mengimplementasikan kedaulatan rakyat, sistem politik demokrasi adalah pilihan untuk menyelenggarakan proses politik dari rakyat untuk rakyat. Namun pada akhirnya Negara Republik Indonesia dapat terselenggara sesuai keinginan rakyat jika partisipasi rakyat dijalankan dengan optimal, sehingga terpenuhilah keadilan bagi rakyat baik secara subtantif maupun prosedural.
Daftar Pustaka :
Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia, 2008
Efriza, Political Explore, Bandung : ALfabeta, 2012
Nurtjahjo, Hendra, Filsafat Demokrasi, Jakarta : Bumi Aksara, 2006
Busroh,Daud, Abu, Ilmu Negara, Jakarta : Bumi Aksara, 2010
Mahfud MD, Politik Hukum Indonesia, Depok : Rajagrafindo Persada, 2012
Fadjar, Abdul Mukthie, Abdul, Partai Politik dalam Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia, Malang : Setara Press, 2013
Mufti, Muslim, Studi Organisasi Politik Modern, Bandung : Pustaka Setia, 2013
Padmo, Wahyono, Diktat Standar Ilmu Negara FH UI
Gazalba, Sidi, Demokrasi dalam Persoalan, (Jakarta : NV. Adnoes &CO), (tanpa tahun terbit)
Carol C. Gold, Rethinking Democracy : Freedom and social Cooperation in politics, economy, and society, (Terjemahan : Demokrasi ditinjau kembali), (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1993
Andrianus Pito, Toni, Efriza, dan Fasyah, Kemal, Mengenal Teori-Teori Politik dari sistem Politik sampai Korupsi, Bandung : Nuansa, 2006.
Duverger, Maurice, Partai Politik dan kelompok Penekan, Jakarta : Bina Aksara, 1981
http://id.m.wikipedia.org/wiki/demokrasi -menurut-para-ahli. akses tanggal 3 mei 2013
[1] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia, 2008), Hal : 17.
[2] Barents, Ilmu Politika : Suatu Perkenalan Lapangan, terjemahan L.M Sitorus (Jakarta : P.T Pembangunan, 1965), hlm. 23.
[3] Abu Daud B, Ilmu Negara, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), Hal : 20-21.
[4] Soehinoe 1980 :15, lihat juga : Abu Daud B, Ilmu Negara, (Jakarta : Bumi Kasara,2010), Hal : 21
[5] Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, (Jakarta : Bumi AKsara, 2006), Hal : 30.
[6] Wahyono Padmo, Diktat Standar Ilmu Negara FH UI, hal : 162
[7] Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, (Jakarta : Bumi AKsara, 2006), Hal : 30.
[8] Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, (Jakarta : Bumi AKsara, 2006), Hal : 33.
[9] Ibid, hal. 163.
[10] Gazalba, Sidi, Demokrasi dalam Persoalan, (Jakarta : NV. Adnoes &CO), Hal. 44, (tanpa tahun terbit).
[11] Abu Daud B, Ilmu Negara, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), Hal : 57.
[12] Maswadi Rauf, Kata Pengantar untuk buku terjemahan “Otoritas dan Demokrasi” yang ditulis oleh April Carter, (Jakarta : Rajawali Pers, 1985), hal : VI-VII
[13] http://id.m.wikipedia.org/wiki/demokrasi -menurut-para-ahli. akses tanggal 3 mei 2013
[14] Carol C. Gold, Rethinking Democracy : Freedom and social Cooperation in politics, economy, and society, (Terjemahan : Demokrasi ditinjau kembali), (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1993_, Hal. 94
[15] Ibid, halm. 95-96
[16] Ibid, halm. 100
[17] Ibid, hlm. 102
[18] Efriza, Political Explore, (Bandung : Alfabeta, 2012), hal : 151
[19] Ibid. Hal : 154
[20] Ibid. Hal : 155.
[21] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia, 2008), Hal : 372.
0 komentar:
Posting Komentar